"Sell out!”
“Posseur!”
Seiring dengan kemunculan dan perkembangannya, dua kata inilah yang paling sering kedengaran menempel dengan pop punk. Yang jadi biang keladi, nggak lain adalah embel-embel pop yang ada di bagian depan. Ya. Buat sebagian orang, kata punk itu nggak layak disandingkan dengan pop yang merupakan kependekan dari popular. Secara substansi, penyejajaran ini sama saja dengan penghinaan terhadap ideologi punk itu sendiri.
Begini. Kalau kita urut lagi ke belakang, lebih dari sekedar gaya bermusik (yang mulai merebak pertengahan ’70-an), punk menjadi semacam statement perlawanan terhadap apa yang tersaji di arus besar budaya populer. Baik itu musik, fashion, gaya hidup masyarakat modern lain, termasuk bahkan pola pikirnya. Di sektor komposisi dan struktur aransemen musik misalnya.
Rumus tiga kord dan lirik straight forward cenderung vulgar yang ditawarkan oleh band-band punk saat itu merupakan cara perlawanan mereka terhadap industri yang tengah berasik masyuk dengan band-band beraliran progresif super-njelimet yang seakan menuntut baik pendengar maupun pemainnya untuk menjadi cendikiawan.
Begitu juga dengan cara berdandan all out namun cenderung ekstrim yang masih menjadi barang aneh pada jamannya. Bahkan bisa dibilang, punk movement ini cukup berkontribusi besar buat penyebaran body modification, macam piercing, tattoo, juga hair dye-ing ke masyarakat yang lebih luas. Ideologi DIY yang dasarnya nggak mau kompromi terhadap campur tangan kepentingan pihak ketiga, juga merupakan salah satu “sumbangan” punk sebagai sebuah gerakan.
Radikal dan cukup penting memang.
Sebegitu pentingnya peran subkultur ini dalam menggerakkan roda dinamika budaya pop, sehingga ketika kemudian hal itu terlihat mulai tergelincir jadi sebuah hibrida yang “melebur” dan menjadi bagian dari apa yang selama ini gencar dilawan, banyak pihak yang protes. Hasilnya, ya seperti di atas tadi. Nggak sedikit yang mencerca dan apapun alasannya, tetap ogah mengakui bahwa pop punk, adalah bagian dari punk itu sendiri. Bahkan hingga sekarang.
http://hai-online.com/Hai/On-Magz/Articles/Pop-Punk-Kembalinya-Kaum-Hibrida